Kamis, 09 Juni 2016

Local Wisdom Binna Ridhatus S



Adat Pernikahan di Tanah Seratus Ciledug
Oleh: Bina Ridhatul Shaumi

A.  Pendahuluan
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku, bahasa dan budaya. Salah satu suku yang terdapat di Indonesia ialah suku Betawi. suku-suku di Indonesia memiliki adat dan tradisi masing-masing termasuk suku Betawi. dalam suku-suku tersebut biasanya memiliki ritual daur hidup yang dimulai dari menikah, kelahiran, bahkan sampai kematian. Suku Betawi juga memiliki ciri khas tersendiri dalam pelaksanaan ritual-ritual tersebut khususnya pada ritual pernikahan.
Dalam ritual pernikahan pada masyarakat Betawi ada hal-hal yang unik. Hal tersebut seperti roti buaya, palang pintu, dsb. Hal-hal unik tersebut memiliki makna tersendiri bagi masyarakat Betawi. dan biasanya semua itu menjadi hal yang harus dilaksanakan bagi orang yang hendak melangsungkan pernikahan.
Mayoritas suku Betawi ialah beragama Islam, sehingga banyak tradisi Betawi yang memang menggunakan ajaran-ajaran agama Islam, seperti mengaji yang terdapat pada tradisi palang pintu.

B.  Letak geografis Masyarakat Tangerang
Secara geografis wilayah Kota Tangerang berada antara 6º 6 LS - 6º 13 LS dan 106º 36 - 106º - 42º BT dengan luas wilayah 184,23 Km² termasuk Bandara Sukarno Hatta seluas 19,69 Km² dengan batasbatas sebagai berikut :
1.          Batas Utara : Kabupaten Tangerang
2.          Batas Selatan : Kabupaten Tangerang
3.          Batas Timur : DKI Jakarta
4.          Batas Barat : Kabupaten Tangerang[1]
Secara administratif luas wilayah kota Tangerang dibagi dalam 13 kecamatan, yaitu Ciledug (8.769 km ), Larangan (9,611 km ), Karang Tengah (10.474 km ), Cipondoh (17,91 Km ), Pinang (21,59 Km ), Tangerang (15,785 Km ), Karawaci (13,475 Km ), Jatiuwung (14,406 km), Cibodas (9,611 Km ), Periuk (9,543 Km), Batuceper (11,583 Km), Neglasari (16,077 Km), dan Benda (5,919 Km), serta meliputi 104 kelurahan dengan 981 rukun warga (RW) dan 4.900 rukun tetangga (RT).
Letak kota Tangerang sangat strategis karena berada di antara Ibukota Negara dan kabupaten Tangerang.
Posisi kota Tangerang menjadikan pertumbuhannya pesat. Pada satu sisi wilayah kota Tangerang menjadi daerah limpahan berbagai kegiatan di Ibukota Negara DKI Jakarta. Di sisi lain kota Tangerang dapat menjadi daerah kolektor pengembangan wilayah Kabupaten Tangerang sebagai daerah dengan sumber daya alam yang produktif.
Pesatnya pertumbuhan kota Tangerang dipercepat dengan adanya Bandara Soekarno-Hatta yang sebagian arealnya termasuk wilayah administrasi kota Tangerang. Gerbang perhubungan udara Indonesia tersebut telah membuka peluang bagi pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa secara luas di kota Tangerang.[2]

C.  Pengertian Pernikahan
Menurut Abdullah Sidiq, pernikahan adalah pertalian yang sah antara seorang lelaki dan seorang wanita yang hidup bersama dengan tujuan membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan serta mencegah perbuatan zina dan menjaga ketentraman jiwa atau batin.
Menurut Soemiyati, pernikahan adalah perjanjian perikatan antara seseorang pria dan seorang wanita. Perjanjian ini bukan sembarang akan tetapi sebuah janji suci untuk membentuk sebuah keluarga. Suci dalam perjanjian ini ialah dari sudut keagamaan.
Pengertian pernikahan dalam UU No.1 Tahun 1974 Tentang perkawinan, pernikahan adalah sebuah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal yang didasarkan pada ketuhanan Yang Maha Esa.[3]
Dengan demikian pernikahan adalah sebuah janji suci yang menyatukan antara seorang pria dengan seorang wanita sehingga membentuk sebuah keluarga yang bahagia atas dasar agamanya masing-masing.

D.  Pernikahan dalam Masyarakat Tanah Seratus Ciledug Tangerang
Tanah Seratus merupakan salah satu nama tempat yang terletak di kelurahan Sudimara Jaya, Kecamatan Ciledug, kotamadya Tangerang. Pada awalnya daerah Ciledug merupakan wilayah persawahan yang kemudian menjadi limpahan penduduk dari DKI Jakarta, sehingga menjadikan Ciledug sebagai kawasan padat penduduk.
Saat ini kawasan Ciledug telah dihuni oleh berbagai etnis seperti Betawi, Batak, Jawa, dan Sunda. Namun, mayoritas penduduk adalah berasal dari etnis Betawi. Pola pemukiman etnis Betawi cenderung mengelompok. Biasanya satu kelompok terdiri dari beberapa keluarga inti yang memiliki kekerabatan hingga taraf kakek. Sedangkan etnis lainnya seperti Batak, Jawa dan Sunda pola pemukimannya menyebar. Kepemilikan tanah didominasi oleh etnis Betawi yang kemudian dijadikan warisan nantinya.
Seperti daerah-daerah lain pada umumnya. Masyarakat Tanah Seratus di Ciledug ini memiliki tradisi dalam pernikahan. Pernikahan itu harus menggunakan adat Betawi. Awalnya para orang tua mengharuskan anaknya menikah dengan sesama etnis Betawi. Namun, seiring dengan perkembangan zaman banyak pula yang menikah dengan berbeda etnis seperti dengan etnis Batak, Jawa, dan Sunda. Sehingga, dalam tradisi pernikahan di daerah ini terdapat unsur-unsur daerah itu walaupun yang menjadi mayoritas adalah tradisi Betawi.
Dalam pernikahan masyarakat di daerah ini memiliki beberapa tahapan. Berikut akan diuraikan tahapan-tahapannya :
Silaturrahmi
Di sini pihak keluarga dari pria memperkenalkan diri dengan datang ke rumah pihak wanita. Sebagai tanda untuk menyatakan keseriusan dan menyambung tali persaudaraan.
Dalam silaturrahmi ini beberapa anggota keluarga dekat dari pihak pria yang hadir. Setelah itu kemudian disambutlah oleh pihak wanita sebagai tanda telah diterima silaturahmi tersebut. dalam silaturrahmi pertama ini hanya berisi obrolan biasa. Biasanya untuk mengenal satu sama lain antara pihak pria dengan pihak wanita dalam kesehariannya serta keadaan keluarganya.
Pada pertemuan ini pihak keluarga dari pria dapat menentukan apakah hubungan antara pria dengan wanita ini dapat diteruskan atau tidak. Hal ini karena silaturrahmi ini juga bertujuan untuk mengetahui keadaan keluarga dari wanita yang akan dinikahi. Jika wanita ini berasal dari keturunan keluarga yang baik maka akan terus dilanjutkan, namun jika tidak maka pihak pria tidak akan melanjutkan.
Dalam silaturrahmi ini diisi kemudian dengan makan bersama yang telah disediakan dari pihak keluarga wanita. Dilanjutkan dengan pembicaraan mengenai acara selanjutnya yaitu pinangan[4]. Pembicaraan itu biasanya membicarakan mengenai waktu yang tepat untuk proses pinangan.
Pinangan
Keluarga dari pihak pria meminta kepada pihak wanita untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan. Biasanya diwakili oleh salah seorang pembicara yang memimpin atau menyampaikan maksud dan tujuan dari pihak pria ini untuk meminang wanita tersebut.
Kemudian pihak wanita ada yang mewakili untuk menjawab tujuan dari pria tersebut untuk diterima atau tidak. Apabila diterima kemudian dilakukanlah acara tukar cincin sebagai tanda bahwa wanita tersebut telah menerima pinangan dari pihak pria. Selain itu pihak pria membawa bingkisan berupa buah-buahan, dan kue-kuean yang dihias dan biasa kita sebut dengan parsel.
Setelah acara tukar cincin itu dilaksanakan menandakan bahwa wanita tersebut sudah tidak dapat menerima pinangan orang lain. Hal itu terjadi karena sudah ada ikatan sehingga tidak dapat dibatalkan. Hal ini sudah menjadi tradisi di daerah Ciledug Tangerang.
Dilanjutkan dengan seserahan uang yang diberikan oleh pihak pria kepada pihak wanita. Dalam seserahan uang ini beragam jumlahnya. Artinya tidak semua sama dan tergantung kepada kemampuan dari pihak pria tersebut. kemudian seserahan tersebut diterima oleh pihak wanita.
Dan ditutup dengan acara makan bersama sambil membicarakan acara selanjutnya. Di sana terjadi obrolan  mengenai hari, tanggal dan waktu pelaksanaan pernikahan yang baik untuk mereka. Setelah itu pulanglah pihak pria dari rumah wanita tersebut.
Ketika tiba di rumah pihak pria menyampaikan apa yang telah disampaikan dari pihak wanita. Setelah beberapa bulan kemudian barulah dilangsungkan acara resepsi pernikahan yang menjadi puncak dari acara yang ditunggu-tunggu oleh kedua pihak
Dua hari sebelum resepsi pernikahan Pihak pria membawa pikulan yang berisi sayuran, beras, minyak, gula putih dan semua yang menjadi bahan-bahan masakan diberikan kepada pihak prempuan. Pikulan ini terbuat dari bambu yang dibuat untuk meletakkan barang-barang tersebut. hal ini dinamakan sayuran sepasar. Bertujuan untuk menyuguhkan makan para besan yang akan hadir ke resepsi tersebut.
Ada hal unik yang terdapat pada tradisi pernikahan di daerah ini. Hal itu terlihat ketika akan mengadakan pesta pernikahan ada salah seorang yang bertugas sebagai pawang hujan. Pawang hujan ini adalah orang yang dipercaya dapat memindahkan hujan. Pawang hujan biasanya menggunakan bawang dan cabai yang dilemparkan ke atap rumah mempelai wanita yang hendak menyelenggarakan acara pesta pernikahan. Namun, sekarang tradisi itu tidak dipakai lagi dan digantikan dengan bacaan do’a-do’a.
Dilanjutkan dengan puncak acara yaitu resepsi pernikahan. Pada hari ini pihak pria membawa parsel dengan jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan acara pinangan. Parsel itu terdiri dari berbagai macam. Mulai dari buah-buahan, sayur-sayuran, kue, pakaian, kosmetik, alat mandi, alat kebersihan dan seperangkat alat sholat yang diserahkan sebelum ijab qabul berlangsung. Ada sesuatu yang unik di sini. Pihak pria membawakan roti buaya. Roti buaya merupakan hantaran wajib dalam pernikahan Betawi. Bentuknya roti yang menyerupai buaya, kadang memiliki ukuran yang hampir sama dengan buaya aslinya. Roti ini terdiri dari dua roti buaya. Roti buaya jantan dan roti buaya betina. Roti buaya betina biasanya diatasnya terdapat buaya kecil yang menandakan bahwa itu adalah anaknya. Hal ini dilakukan tidak mesti dengan sesama suku. Artinya kalau salah satu pihak merupakan suku Betawi hal ini harus dilaksanakan. Hal ini karena perkawinan ialah merupakan penyatu antara dua adat yang berbeda. jika dua adat bersatu dalam suatu perkawinan maka harus ada adat yang menjadi minoritas. Roti buaya ini digunakan oleh orang Betawi yang memiliki uang serta masih memegang adat yang kuat. Roti buaya memiliki peranan yang penting dalam pernikahan adat Betawi selain memiliki makna yang sakral dalam pernikahan. Roti buaya ini menjadi penanda khas bagi pihak pria. Roti buaya ini menjadi stereotip[5] penanda Betawi.
Ketika pihak pria sudah tiba di dekat rumah pengantin wanita maka disambutlah dengan meriah. Penyambutan itu dengan menyalakan petasan sebagai tanda bahwa pengantin pria sudah sampai di rumah calon pengantin wanita. Untuk diperbolehkan masuk menemui orang tua mempelai wanita ada prosesi palang pintu. Palang pintu merupakan dialog antara jagoan pria dan jagoan wanita yang berisi pantun-pantun, kemudian ditandai pertandingan silat serta dilantunkan ayat-ayat Al-Qur’an. Palang pintu ini bertujuan agar pihak mempelai pria dapat diterima sebagai keluarga oleh pihak mempelai wanita. Pada hakikatnya palang pintu ini ialah agar pihak mempelai pria dapat memperhatikan norma adat yang berlaku di pihak mempelai wanita. Selain itu lantunan ayat-ayat Al-Qur’an itu bertujuan menunjukkan bahwa mempelai pria harus mampu menguasai ilmu agama dan mengaji. Acara ini dilaksanakan sebelum akad nikah dimulai. Ketika rombongan calon pengantin pria tiba di depan kediaman calon pengantin wanita maka akan dihadang oleh jagoan dari calon pengantin wanita. Para penjaga pintu mempelai wanita kemudian membuka percakapan dengan sejumlah pantun yang harus dibalas oleh jagoan dari calon pengantin pria. Isi pantun ini berisi seputar tujuan dan maksud dari pihak calon pengantin pria. Kemudian dilanjutkan dengan tantangan silat atau bela diri dari jagoan mempelai wanita kepada jagoan dari pihak mempelai pria yang bertujuan untuk menguji mempelai pria untuk menikahi wanita yang dicintainya. Uniknya yang terjadi pihak wanita selalu kalah dan pihak mempelai prialah yang menang. Terakhir mempelai pria ditantang untuk melantunkan ayat Al-Qur’an. Setelah rangkaian tantangan yang diberikan dapat diselesaikan maka barulah pihak mempelai pria dipersilahkan masuk.
Setelah itu dimulailah akad nikah mereka. Di sini terdapat calon pengantin pria dan calon pengantin wanita, wali nikah, dua orang saksi dan dua orang penghulu dan dihadiri oleh para tamu undangan baik dari keluarga maupun para tetangga. pihak pria menyerahkan mas kawin yang diberikan kepada pengantin wanita dan disebutkan dihadapan para saksi dan tamu undangan. Setelah itu dilangsungkanlah pengucapan ikrar janji suci yang diucapkan oleh pengantin pria dan pengantin wanita. Kemudian wali dari pengantin wanita menikahkan anaknya kepada pengantin pria. Kegiatan ini dilakukan dengan sangat khidmat.
Setelah ijab qabul dilaksanakan kemudian dilangsungkanlah acara sungkeman. Sungkeman ini bertujuan untuk meminta restu. Orang yang pertama didatangi ialah orang tua dari pihak mempelai pria dan mempelai pihak wanita. Kemudian baru kepada saudara-saudara tertua dan mengelilingi semuanya. Hal ini dilakukan dengan penuh tetesan air mata haru dan bahagia. Di sini biasanya ada salah seorang dari keluarga yang membawa kain selendang mengikuti di belakang pengantin saat acara sungkeman dan salam-salaman tersebut. orang ini bertujuan untuk mengumpulkan uang sembah yang diberikan oleh para hadirin yang hadir kepada pengantin. Setelah acara tersebut selesai barulah acara makan-makan di prasmanan dimulai. Para besan dan hadirin dipersilahkan oleh tuan rumah untuk memakan hidangan yang telah disediakan di meja prasmanan. Kemudian dilanjutkan dengan resepsi biasa. Pengantin pria dan pengantin wanita dipajang duduk di pelaminan dan tamu undangan bersalaman dengan mereka. Para tamu undangan yang bersalaman biasanya mengucapkan selamat dan mendoakan agar kelak pengantin tersebut cepat dapat keturunan.
Pasca resepsi pernikahan
Setelah berbagai rangkaian acara dilaksanakan ada yang tak kalah pentingnya dalam pernikahan masyarakat Betawi di Ciledug, yaitu acara tiga harian. Pada acara ini pengantin wanita diantarkan ke rumah pengantin pria oleh keluarga pengantin wanita.
Setelah tiga hari pengantin pria tinggal di rumah pengantin wanita kemudian mereka diantar ke rumah keluarga pengantin pria. Pengantin wanita menginap di rumah keluarga pengantin wanita. Tujuan dari acara ini ialah untuk mengenal lebih dekat keluarga besar suaminya tersebut.
Pada acara ini biasanya dari pihak wanita membawa kue bacot[6] yang akan diberikan kepada keluarga pengantin pria. Kue ini diberikan kemudian dikembalikan lagi dengan uang. Artinya pihak wanita memberi kue dan dikembalikan dengan sejumlah uang. Diberikan setelah wanita yang telah menikah kembali setelah menginap di rumah suaminya.

E.  Lampiran Foto Hasil Observasi
Palang Pintu, tantangan bela diri untuk memperjuangkan wanita yang akan dinikahi
                                                 
F.   Daftar Pustaka
Ali, Pengertian Pakar, dari http://www.pengertianpakar.com/2015/03/pengertian-dan-tujuan-pernikahan.html diakses pada 05 Mei 2016 pukul 20.30.
Letak Geografis, dari http://www.tangerangkota.go.id/geografi, diakses pada 04 Mei 2016 pukul 20.00.
Profil Kota Tangerang, \Server\data (f)\Studio\2004\Profilkota\Aplikasi\Laporan Profil\3671_tangerang.doc diakses pada 04 mei 2016 pukul 19.45.




[1] Profil Kota Tangerang, \Server\data (f)\Studio\2004\Profilkota\Aplikasi\Laporan Profil\3671_tangerang.doc diakses pada 04 mei 2016 pukul 19.45.
[2] Letak Geografis, dari http://www.tangerangkota.go.id/geografi, diakses pada 04 Mei 2016 pukul 20.00.
[3] Ali, Pengertian Pakar, dari http://www.pengertianpakar.com/2015/03/pengertian-dan-tujuan-pernikahan.html diakses pada 05 Mei 2016 pukul 20.30.
[4] Pinangan ialah proses lamaran. Seorang pria datang dengan diantar pihak keluarganya ke rumah calon mempelai wanita.
[5] Stereotip adalah penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi terhadap kelompok di mana orang tersebut dapat dikategorikan.
[6] Kue bacot adalah kue pengantin yang terdapat pada tradisi Betawi. Kue ini terdiri dari dodol, uli dan geplak. Kue ini diberikan dari pihak pengantin wanita kepada pihak pengantin pria. Kue ini diberikan ketika pengantin sama-sama merupakan etnis Betawi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar