Kamis, 09 Juni 2016

Local Wisdom Siti Syifa F.



UPACARA ADAT NUJUH BULANAN DI KAMPUNG KAROYA PASIR, CISOKA, KABUPATEN TANGERANG, BANTEN
Oleh: Siti Syifa Fauziah

A.  Letak Geografis
Kampung Karoya Pasir terletak di Desa Carenang, Kecamatan Cisoka, Kabupaten Tanggerang, Provinsi Banten. Terletak di perbatasan  Kabupaten Tanggerang dan Kabupaten Serang, yang dihubungkan oleh sungai yang bernama Sungai Cai Durian.
B.  Tradisi Nujuh Bulanan
Nujuh Bulanan adalah istilah perayaan Tujuh bulanan yang ada di Kampung Karoya Pasir. Tradisi yang turun temurun ini hanya untuk anak pertama, anak kedua dan selanjutnya tidak dirayakan seperti anak pertama. Maksud dan tujuan upacara ini adalah agar keluarga menyiapkan dan menyambut bahwa akan datang dan lahir seorang anak yang sangat dinanti-nantikan. Tradisi ini sudah berlangsung sejak lama, biasanya dipimpin oleh seorang dukun kampung.
Upacara Nujuh Bulanan ini wajib diselenggarakan oleh masyarakat Kampung Karoya Pasir, baik itu keluarga yang mampu atau tidak mampu, tujuannya agar masyarakat kampung mendengar dan mengetahui kabar bahagia tersebut.
Tradisi ini dimulai di pagi hari dan tempat  menyelenggarakannya dirumah yang mengadakan acara Nujuh Bulanan. Tetapi, ritual upacara ini dilaksanakan pada malam hari. Urutan ritual Nujuh Bulanan:
·      Wanita atau ibu yang sedang hamil dimandikan oleh keluarganya. Sebelumnya, keluarganya harus menyediakan bunga 7 rupa, belut, 7 butir telur ayam. Kemudian ember diisi air yang telah dicampur bunga 7 rupa, dan disiramkan atau dimandikan kepada wanita yang sedang hamil yang menggunankan kain basahan (sarung). Maksudnya ialah, siraman atau mandi merupakan simbol upacara sebagai pernyataan tanda pembersihan diri, baik fisik maupun jiwa. Pembersihan secara simbolis ini bertujuan membebaskan calon ibu dari dosa-dosa sehingga kalau kelak sicalon ibu melahirkan anak tidak mempunyai beban moral sehingga proses kelahirannya menjadi lancar.
·      Tradisi upacara memasukkan telur ayam kampung ke dalam kain sarung si calon ibu oleh sang suami. Telur dimasukkan dari atas (dada)  sehingga telur itu jatuh dan pecah. Upacara ini dilaksanakan di tempat siraman sebagai simbol harapan agar bayi lahir dengan mudah tanpa aral melintang. Satu dari 7 telur tersebut merupakan telur curian oleh sang suami, filosofinya  ibu hamil tersebut dalam persalinannya nanti dapat berjalan dengan cepat dan lancar. Seperti aksi ketika suaminya mencuri telur tersebut.  
·      Selanjutnya sang suami memasukkan belut ke dalam sarung sang istri dari atas kebawah agar si cabang bayi yang keluar dari rahim sang ibu, dengan mudah karena badannya yang licin selicin belut.
·      Upacara ganti busana dilakukan dengan jenis kain sebanyak 7 buah dengan motif kain yang berbeda. Motif kain dan kemben yang akan dipakai dipilih yang terbaik dengan harapan agar kelak si bayi juga memiliki kebaikan-kebaikan yang tersirat dalam lambang kain.

Tradisi ini berlangsung dari pagi sampai malam hari, pada pagi hari ibu-ibu datang kerumah yang mengadakan hajatan dan membawa sebuah tempat yang disebut baskom, didalam baskom tersebut berisi beras. Biasanya tuan rumah menyguhkan makanan kepada tamu yang berdatangan, dan selanjutnya ketika tamu telah selesai makan dan segera pulang dengan membawa besek atau makanan oleh tuan rumah.
Tradisi lain dalam Nujuh Bulanan ini adalah wajib membuat rujak dari 7 macam buah. Rujan dibuat bersama-sama dirumah tuan rumah. Setelah selesai meracik/membuat rujak akan dicicipi oleh ibu-ibu dan masyarakat sekitar. Konon ada mitos jika rujak tersebut kurang enak, maka anaknya laki-laki dan jelek, jika rujaknya enak, maka anak yang di lahirkan perempuan dan cantik atau laki-laki ganteng. Tetapi ketika anak sudah lahir, jarang terlihat atau di ingat tentang mitos rujak tersebut.
Rujak tersebut tidak hanya di bagikan kepada ibu-ibu, tetapi kepada semua masyarakat yang ada disekitar kampung, yang biasanya berkumpul ketika Nujuh Bulanan. Membuat rujak tidak hanya 1 atau 2 kali, ketika banyak yang berkunjung maka banyak pula rujak yang disediakan. Adapun sebagian rujak dibungkus untuk dijual dan dibagikan kepada orang yang ngeriung pada malam hari, disatukan di dalam besek (berkat) yang isinya nasi dan lauk pauk.  Rujak yang dijual kepada masyarakat tidak diberikan harga, tetapi terserah sipembeli mau memberi uang berapa. Karena uangnya digunakan untuk saweran pada malam hari dan dilanjutkan dengan riuangan masyarakat (oleh kaum bapak).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar